AJI Desak Polisi Usut Ancaman Pembunuhan Jurnalis Detikcom
SUARA DESA -
Aliansi Jurnalis Indonesia
(AJI) mendesak kepolisian mengusut dugaan ancaman pembunuhan terhadap
jurnalis media nasional, Detikcom. Jurnalis Detikcom menerima ancaman
tersebut usia memberitakan soal kehadiran Presiden Joko Widodo alias
Jokowi di Mal Sumarecon Bekasi, Selasa, 26 Mei 2020.
"Mendesak aparat kepolisian segera mengusut dugaan pelanggaran pidana
doxing, kekerasan, maupun ancaman pembunuhan terhadap jurnalis, hingga
pelakunya diadili di pengadilan," ujar Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani dalam keterangannya, Kamis (28/5/2020).
Asnil Bambani juga meminta kepada pimpinan redaksi Detikcom untuk
menjamin keselamatan jurnalis dan keluarganya yang terancam. Kemudian
mendesak Dewan Pers untuk terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan
terhadap jurnalis.
"Menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk ikut menjaga dan
mengembangkan kemerdekaan pers. Jika ada sengketa pemberitaan, silakan
diselesaikan dengan cara yang beradab, yaitu meminta hak jawab atau
melapor ke Dewan Pers," kata dia.
Ancaman ini bermula ketika jurnalis Detikcom menulis berita tentang
rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemi Covid-19.
Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas
Setda Kota Bekasi.
Namun pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas
Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik
di Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi
itu pun telah dipublikasi Detikcom dalam bentuk artikel.
"Kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai di media sosial.
Nama penulis yang tercantum di dalam berita pun menyebar di internet,
dari Facebook hingga Youtube," kata Asnil.
Menurut Asnil, salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris.
Salman mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk
mencari-cari kesalahan, meskipun isinya tak terkait berita yang
dipersoalkan. Selain itu, Situs Seword juga melakukan hal serupa dan
menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.
Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan
menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan
menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah
salah satu ancaman dalam kebebasan pers.
Selain doxing, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran
diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan kepadanya. Padahal
kenyataannya tak memesan makanan melalui aplikasi. Bahkan jurnalis
tersebut juga diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal
melalui pesan WhatsApp.
AJI Jakarta menilai di tengah upaya Jokowi menggencarkan persiapan
new normal, pemberitaan yang tak sepaham dengan narasi pemerintah
tampaknya menjadi sasaran penyerangan. Hal ini jelas mencederai
kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40
Tahun 1999 Tentang Pers.
Pasal 4 ayat 1-3 menjelaskan, salah satu peranan pers adalah
melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Yang menghambat atau menghalangi
maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
"Kasus kekerasan dalam bentuk doxing terhadap jurnalis bukan baru
kali ini terjadi di Jakarta. Sebelumnya ada empat kasus jurnalis yang
mengalami doxing terkait pemberitaan," kata dia.
Tiga kasus doxing terjadi pada tahun 2018. Diantaranya, jurnalis
Detikcom didoxing karena berita tentang pernyataan juru bicara
Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin dan saat meliput peristiwa yang
disebut 'Aksi Bela Tauhid'.
Lalu jurnalis Kumparan.com dipersekusi karena tidak menyematkan kata
habib di depan nama Rizieq Shihab dalam beritanya. Kemudian doxing
terhadap jurnalis CNNIndonesia.com terkait berita berjudul "Amien: Tuhan
Malu Tak Kabulkan Doa Ganti Presiden Jutaan Umat".
Satu kasus terjadi pada September 2019 yang Febriana Firdaus,
jurnalis yang melaporkan untuk Aljazeera. Febriana didoxing dan diteror
karena pemberitaan terkait kerusuhan di Papua.
Sementara hingga saat ini belum ada satupun kasus yang diusut tuntas
oleh aparat penegak hukum hingga para pelakunya diadili sesuai aturan
yang berlaku. Padahal dalam menjalankan tugasnya, seorang jurnalis
mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UU Pers.
"AJI Jakarta juga mengingatkan pihak yang bersengketa terkait
pemberitaan agar menyerahkan kasus kepada Dewan Pers untuk menilai dan
mengupayakan penyelesaiannya," kata dia.
No comments