Polri: Sejarah Hubungan Serbia-Indonesia Bantu Penangkapan Pembobol BNI Maria Lumowa
SUARA DESA -
Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, keberhasilan penangkapan buron pembobol kas BNI, Maria Pauline Lumowa tidak lepas dari peran sejarah sejak masa Presiden Pertama RI Soekarno.
"Pemerintah Serbia kenapa dia menyerahkannya kepada
Indonesia, ini ada beberapa indikator. Pertama terkait dengan
historikal. Di zaman Pak Soekarno, sudah ada komunikasi dengan
Yugoslavia sebelum negara ini mengalami perpecahan," tutur Argo saat
dikonfirmasi, Jumat (10/7/2020).
Menurut Argo, ikatan Indonesia-Serbia makin terjalin
khususnya saat terjadinya konflik di negata tersebut. Prajurit Tanah Air
banyak terjun membantu di bawah payung pasukan khusus perdamaian
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Pada saat negara ini konflik, pasukan Indonesia yang di
bawah UN PBB banyak membantu di sana, Yugoslavia. Jadi secara historikal
negara Serbia ini tak lupa," jelas dia.
Lebih lanjut, pemerintah Serbia pun tanggap mengurus
permintaan red notice atas Maria Pauline Lumowa. Kini tersangka sudah
berada di Bareskrim Mabes Polri untuk menjalani penanganan perkara yang
menjeratnya.
"Jadi dengan adanya permintaan red notice
berkaitan dengan tersangka ini oleh Serbia kemudian membantu untuk
menyerahkan kepada Indonesia. Tentunya ini hasil kerja keras Kemenlu,
Kemenkumham, Polri dan negara Serbia itu sendiri," Argo menandaskan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan,
pemerintah melalui Bareskrim Polri akan memblokir aset milik milik buron
pembobol kas BNI, Maria Lumowa. Termasuk aset-aset Maria yang berada di luar negeri.
"Pertama dulu, soal asset recovery, tentu kita akan
menempuh semua upaya hukum kita akan melakukan integelensi stamp,
melakukan freeze the asset, kemudian blokir akun dan lainnya," tutur
Yasonna, di ruang VIP Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Kamis
(9/7/2020).
Namun, sebelum blokir aset dan akun dilakukan, Bareskrim
Polri akan mendata semua aset tersangka yang diduga diperoleh
menggunakan uang kas BNI yang dibobol Maria Pauline Lumowa untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Menurut dia, dari pendataan ini akan terlihat, aset milik
Maria Pauline Lumowaberada di mana saja dan jumlahnya. Baik yang berada
di Indonesia, Singapura, Belanda ataupun di Serbia.
"Semua akan terlacak, akan terlihat ada di mana saja," kata Yasonna.
Maria
Pauline Lumowa merupakan pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat
Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli
2003, Bank Negara Indonesia (BNI) mengucurkan pinjaman senilai 136 juta
dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs
saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa
dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari
'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank
Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall
Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi
keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati
perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri,
namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada
September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh
tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Selama buron, Maria sempat bolak balik Singapura-Belanda.
Maria diketahui sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Pemerintah Indonesia juga sempat meminta Kerajaan Belanda untuk
mengektradisi Maria namun ditolak.
Maria akhirnya ditangkap di Serbia oleh NCB Interpol
Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla Serbia pada 16 Juli 2019.
Penangkapan berdasarkan red notice yang diterbitkan Interpol pada 22
Desember 2003.
No comments