Bahaya, Tangkap Ikan Pakai Setrum Bisa Dipenjara 6 Tahun
SUARA DESA -
Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan sosialisasi bahaya praktik penangkapan ikan dengan cara penyetruman. Saat ini di sejumlah tempat masih banyak yang melakukan menangkap ikan dengan cara mengalirkan aliran listrik.
Tak kurang dari 600 warga dari 13 desa di wilayah di antaranya
Banten, Cilacap dan Pangandaran menjalani sosialisasi bahaya praktik
penyetruman bagi kelestarian sumber daya perikanan di perairan umum.
“Pendekatan yang kami pilih adalah dengan turun langsung untuk
mensosialisasikan kepada masyarakat” kata Direktur Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP), KKP TB Haeru Rahayu
dalam siaran pers, Jakarta, Minggu (16/8/2020).
Dia menjelaskan pihaknya telah memetakan potensi kerawanan penangkapan ikan dengan penyetruman.
Selanjutnya pemerintah akan terus mendorong upaya penyadartahuan kepada
masyarakat agar tidak melakukan penangkapan ikan dengan setrum. Sebab
praktik ini banyak dilakukan di sungai, waduk dan danau.
“Lokasinya sebagian besar memang di perairan umum seperti sungai,
waduk dan danau. Kami sudah identifikasi titik-titik tersebut”, kata
Tebe.
Dalam hal ini Direktorat Jenderal PSDKP menggandeng akademisi IPB,
Ditjen Perikanan Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan, Lanal dan
Polairud untuk terlibat dalam kegiatan kampanye bahaya penyetruman tersebut.
Senada,
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto
mengatakan praktik penyetruman di perairan umum ini banyak dilakukan
oleh masyarakat kecil. Sehingga perlu ada pendekatan khusus melalui
penyadartahuan dampak-dampak negatif penyetruman.
“Penangkapan ikan dapat merusak ekosistem karena ikan-ikan kecil (anakan) dan juga telur ikan ikut mati”, kata Eko.
Eko menjelaskan praktik penyetruman dalam menangkap ikan melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Bila dilanggar aturan ini bisa memenjarakan pelaku paling lama enam tahun dan denda Rp 1,2 miliar.
Demi menegakkan aturan ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong agar warga menghentikan aktivitas menangkap ikan dengan penyetruman. Sebaliknya, warga disarankan beralih pada kegiatan budidaya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan usaha budidaya ikan jika masyarakat mau menghentikan praktik tersebut. Bahkan menjembatani mereka melalui akses dengan pihak-pihak terkait demi kemajuan usaha budidaya ikan.
"Tentunya dengan syarat masyarakat harus berkomitmen menghentikan kegiatan penangkapan dengan strum yang selama ini mereka lakukan”, kata Eko. (Merdeka.com)
“Penangkapan ikan dapat merusak ekosistem karena ikan-ikan kecil (anakan) dan juga telur ikan ikut mati”, kata Eko.
Eko menjelaskan praktik penyetruman dalam menangkap ikan melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Bila dilanggar aturan ini bisa memenjarakan pelaku paling lama enam tahun dan denda Rp 1,2 miliar.
Demi menegakkan aturan ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong agar warga menghentikan aktivitas menangkap ikan dengan penyetruman. Sebaliknya, warga disarankan beralih pada kegiatan budidaya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan usaha budidaya ikan jika masyarakat mau menghentikan praktik tersebut. Bahkan menjembatani mereka melalui akses dengan pihak-pihak terkait demi kemajuan usaha budidaya ikan.
"Tentunya dengan syarat masyarakat harus berkomitmen menghentikan kegiatan penangkapan dengan strum yang selama ini mereka lakukan”, kata Eko. (Merdeka.com)
No comments