Istri Bupati Bengkalis Tolak jadi Saksi Korupsi Jalan, Mengapa?
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Kasmarni menjadi saksi Bupati Bengkalis non-aktif, Amril Mukminin,
melalui aplikasi zoom di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Tak lama
kemudian, Kasmarni mengundurkan diri sebagai saksi untuk dugaan korupsi jalan di Bengkalis itu. Ada beberapa alasan yang dikemukakan Kasmarni
menolak memberi kesaksian.
Jaksa KPK tidak mengajukan keberatan dan
kemudian disetujui majelis hakim karena kesaksian hubungan keluarga
sudah diatur Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Saya mohon untuk mengundurkan diri sebagai saksi dikarenakan
terdakwa adalah suami saya, ini sesuai dalam Pasal 168 Hukum Acara
Pidana," ungkap Kasmarni dari Bengkalis, Kamis siang, 27 Agustus 2020.
Pasal 168, jelas Kasmarni, mengatur orang-orang yang tidak dapat
didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Antara
lain, keluarga sedarah atau semanda, berikutnya saudara dari terdakwa.
"Atau suami atau istri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa," kata Kasmarni.
Sementara itu, jaksa KPK Takdir Suhan menyebut ada tiga saksi yang
diajukan, termasuk Kasmarni. Istri Amril Mukminin itu dihadirkan lebih
dahulu agar majelis hakim bisa menilai apakah pengunduran dirinya bisa
diterima.
Takdir menyebut memang ada ketentuan bagi istri yang akan bersaksi
bagi suami di pengadilan. Selain Pasal 168, hal itu diperkuat dengan
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang mengatur hubungan
keluarga.
"Beliau Kasmarni keluarga inti, logikanya jika bersaksi akan membela terdakwa," kata Takdir.
Bagi Takdir, mundurnya Kasmarni sebagai saksi tidak berpengaruh
terhadap pembuktian perkara ini. Dia menyebut sudah banyak alat bukti,
mulai dari keterangan saksi hingga dokumen untuk meyakinkan majelis
hakim.
"Nanti juga ada saksi lain jadi tidak mengurangi pembuktian kasus ini," sebut Takdir.
Sementara kuasa hukum Amril Mukminin, Asep Rukhiyat menjelaskan, mundurnya Kasmarni sebagai saksi sangat beralasan dan berkekuatan hukum.
Sebelumnya
dalam kasus ini, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten
Bengkalis 2014-2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 didakwa menerima
uang dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto
sebesar Rp10.907.412.755.
Uang itu diterima Kasmarni secara tunai maupun ditransfer ke rekenin Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 nomor rekening 702114976200.
Jonny Tjoa dan Adyanto sudah diminta keterangannya sebagai saksi. Kepada majelis hakim, Jonny Tjoa mengaku tidak mengetahui Amril Mukminin sebagai anggota DPRD Bengkalis kala itu tapi sebagai tokoh masyarakat.
"Itu tahun 2012, saya punya PT di sana (Bengkalis), saya temui Amril karena saat itu banyak gangguan dan permasalahan di pabrik kelapa sawit," kata Jonny.
Dalam pertemuan itu, Jonny meminta Amril menyelesaikan ganguan keamanan dan pungutan liar. Jonny juga ingin Amril memfasilitasi agar tandan buah segar sawit masyarakat dimasukkan ke pabriknya.
"Ada perjanjian, setiap buah yang masuk itu ada fee Rp5 per kilo, transfer melalui rekening atas nama Kasmarni setiap bulan," jelasnya.
Sementara saksi Adyanto menyebut menyerahkan fee Rp5 per kilogram buah sawit kepada Kasmarni secara tunai. Ini atas arahan Amril, di mana setiap bulannya bisa mencapai Rp180 juta.
"Uang itu diberikan sejak tahun 2014, pemberian terhenti setelah saya diperiksa KPK pada Juli 2019," sebut Adyanto.
Terkait pengakuan dua saksi ini, Asep Rukhiyat menyatakan penyerahan uang kepada kliennya murni bisnis dengan perusahaan. Saksi juga tak keberatan karena ada perjanjian.
"Kedua belah pihak merasa diuntungkan dan tidak ada kerugian dalam perjanjian ini," sebut Asep.
Menurut Asep, Amril mengiring masyarakat tempatan memasok sawit ke perusahaan sehingga ada keuntungan bagi masyarakat. Berikutnya, operasional perusahaan yang sebelumnya banyak hambatan menjadi lancar. (Liputan6)
Uang itu diterima Kasmarni secara tunai maupun ditransfer ke rekenin Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 nomor rekening 702114976200.
Jonny Tjoa dan Adyanto sudah diminta keterangannya sebagai saksi. Kepada majelis hakim, Jonny Tjoa mengaku tidak mengetahui Amril Mukminin sebagai anggota DPRD Bengkalis kala itu tapi sebagai tokoh masyarakat.
"Itu tahun 2012, saya punya PT di sana (Bengkalis), saya temui Amril karena saat itu banyak gangguan dan permasalahan di pabrik kelapa sawit," kata Jonny.
Dalam pertemuan itu, Jonny meminta Amril menyelesaikan ganguan keamanan dan pungutan liar. Jonny juga ingin Amril memfasilitasi agar tandan buah segar sawit masyarakat dimasukkan ke pabriknya.
"Ada perjanjian, setiap buah yang masuk itu ada fee Rp5 per kilo, transfer melalui rekening atas nama Kasmarni setiap bulan," jelasnya.
Sementara saksi Adyanto menyebut menyerahkan fee Rp5 per kilogram buah sawit kepada Kasmarni secara tunai. Ini atas arahan Amril, di mana setiap bulannya bisa mencapai Rp180 juta.
"Uang itu diberikan sejak tahun 2014, pemberian terhenti setelah saya diperiksa KPK pada Juli 2019," sebut Adyanto.
Terkait pengakuan dua saksi ini, Asep Rukhiyat menyatakan penyerahan uang kepada kliennya murni bisnis dengan perusahaan. Saksi juga tak keberatan karena ada perjanjian.
"Kedua belah pihak merasa diuntungkan dan tidak ada kerugian dalam perjanjian ini," sebut Asep.
Menurut Asep, Amril mengiring masyarakat tempatan memasok sawit ke perusahaan sehingga ada keuntungan bagi masyarakat. Berikutnya, operasional perusahaan yang sebelumnya banyak hambatan menjadi lancar. (Liputan6)
No comments