Enaknya Sekdes ASN di Demak, Digaji Negara Tapi Juga Menikmati Bengkok Desa
![]() |
FOTO : Massa unjuk rasa di depan pagar Gedung DPR, Senayan, Jakarta, menganggap jika saat ini terjadi ketimpangan ekonomi dan antara di kota
dan di desa. (Liputan6) |
SUARA DESA -
Ketenangan puluhan Sekretaris Desa (Sekdes) bersetatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Demak, dalam menikmati penghasilan yang bersumber dari tanah bengkok terusik.
Penghasilan berupa tunjangan sebesar 75 persen dari luas pendapatan tanah bengkok untuk sekdes berstatus perangkat desa yang telah dinikmati belasan tahun berpotensi hilang.
Tunjangan Sekdes
ASN yang didapat dari desa terancam hilang lantaran pendapatan itu
dilaporkan Kantor advokat dan Konsultan Hukum Yusril Ihsa Mahendra dan
Parade Nusantara Associate ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah lantaran
berpotensi terjadi dobel anggaran.
Sudir Santoso SH, Direktur Kantor advokat dan Konsultan Hukum Yusril Ihsa Mahendra dan Parade Nusantara Associate ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kamis (4/3/2021) menjelaskan, gugatan dilayangkan lantaran Sekdes yang berstatus ASN telah mendapat penghasilan dari APBN sebagai abdi negara.
“Sekdes ASN sudah menerima gaji dan tunjangan lainya sesuai status mereka sebagai ASN seperti TPP. Jadi jika mendapat tunjangan tanah bengkok sebesar 75 persen, itu namanya dobel anggaran. Jadi kita layangkan gugatan ke Kejaksaan Tinggi,” ungkap Sudir Santoso.
Nilai tunjangan bersumber dari pendapatan desa yang diterima Sekdes ASN bervariasi. Jika desa dengan hasil tambak atau pertanian dengan tanaman padi, nilai tunjangan yang diterima Sekdes ASN bisa puluhan bahkan ratusan juta pertahunnya. Namun, jika daerah dengan bengkok kecil bisa mencapai belasan juta pertahunnya.
“Seharusnya, ASN yang sudah menerima pendapatan dari negara sebagaimana status mereka sebagai ASN tidak lagi menerima tunjangan dari desa. Tapi, di Demak khususnya dan puluhan kabupaten di Jawa Tengah sekdes ASN masih menerima tunjangan,” tambah Sudir.
Dobel pendapatan yang diterima Sekdes ASN, berpotensi merugikan negara khususnya pemerintah desa. Laporan ke Kejaksaan Tinggi untuk penghentian pemberian tunjangan bersumber dari tanah bengkok dilakukan agar kerugian negara tidak lebih banyak.
Sudir menjelaskan, dalam aturan perundangan sumber pendapatan ASN itu jelas yakni dari gaji dan TPP. Berarti jika Sekdes yang berstatus ASN menerima tunjangan lain maka terjadi dobel anggaran.
“Tanah bengkok untuk tunjangan sekdes itu bisa digunakan untuk kemakmuran warga desa. Harusnya bisa dilelang dan masuk kas desa. Tidak saja dihentikan dan ada tindakan hukum, namun pendapatan yang telah dinikmati belasan tahun harus dikembalikan. Nilainya cukup siginifikan,” tambahnya.
Keluhan keberadaan dan pendapatan Sekdes ASN juga diungkapkan, Agus ketua paguyuban Demang Bintaro. Organisasi yang mewadahi Kades di Kabupaten Demak itu mengungkapkan, keberadaan sekdes berstatus ASN di tengah satuan perangkat desa dinilai tidak berdampak signifikan bagi pembangunan desa.
Bahkan, jika ada penarikan Sekdes ASN yang merupakan aparatur pemerintah daerah (Pemda) dari desa ke lembaga lain seperti kecamatan atau dinas, pihaknya sangat mendukung langkah tersebut. Namun, penarikan Sekdes ASN merupakan kewenangan pemerintah kabupaten.
“Itu (penarikan Sekdes ASN) kewenangan Pemda. Yang jelas saya sangat setuju. Sebab keberadaan Sekdes PNS di desa tidak memberikan dampak yang signifikan pada kemajuan pemerintah desa.
Bahkan merugikan PADes (Pendapatan Asli Desa). Contoh, Sekdes ASN selain menerima gaji dan TPP, juga masih masih mendapatkan tunjangan tanah bengkok sebesar 75 persen. Harusnya bisa dilelang dan masuk kas desa,” kata Agus.
Editor : Diko
No comments