Ungkap Kasus Perdagangan Orang, Kapolres Labuhanbatu : 7 Orang Jadi Tersangka
SUARA DESA -
Kepolisian Resor Labuhanbatu Polda Sumut berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dari pengungkapan tersebut 7 orang ditetapkan jadi tersangka.
Hal
itu diungkapkan Kapolres Labuhanbatu AKBP James H Hutajulu melalui Kasi
Humas Iptu Parlando Napitupulu kepada wartawan pada Rabu sore
(9/8/2023).
Ia mengatakan, setelah melakukan proses penyelidikan
selama kurang lebih satu bulan, Pihaknya telah berhasil mengungkap
kasus dugaan perdagangan manusia atau tindak pidana perdagangan orang
(TPPO) dan menetapkan 7 orang sebagai tersangka.
Kasus itu
terungkap atas dasar laporan polisi bernomor : LP/A/08/VI/2023/SPKT/Unit
Reskrim/Polsek Kualuh Hilir/Polres Labuhanbatu/Polda Sumatra Utara pada
tanggal 16 Juni 2023 dan surat perintah penyidikan bernomor :
Sp.Sidik/263/VI/RES.1.15/2023/ Reskrim tertanggal 18 Juni 2023, ucapnya.
"Dari
pengungkapan kasus ini kita sudah menetapkan 7 orang tersangka, yakni
KBS (38) warga Simandulang, Kec. Kualuh Ledong, Labura, BS (33) warga
Kota Tanjung Balai, serta RZL, UMR, MDN, AM dan ATN," ujarnya humas,
rinci.
"Untuk tersangka KBS dan BS sudah kita amankan, sedangkan
untuk 5 orang tersangka lainnya yakni RZL, UMR, MDN dan AM selaku
pemilik kapal serta ATN yang merupakan agen di Malaysia yang bertugas
sebagai perekrut pekerja migran masih dalam proses pencarian," Imbuhnya
menambahkan.
Diterangkan Humas, kasus ini diawali dari laporan
masyarakat pada 16 Juli 2023 yang lalu, yang melaporkan tentang adanya
puluhan pekerja migran yang terdampar di perairan pantai wilayah desa
simandulang, Kualuh Ledong, Labura.
"Saat itu petugas dari Polsek
bersama anggota Koramil 02/TL yang turun ke lokasi menemukan 46 orang
pekerja migran yang terdiri dari 27 orang laki-laki dewasa, 13 orang
perempuan serta 6 orang tergolong masih anak-anak," paparnya.
Dari
data yang diperoleh, sambung humas, puluhan pekerjaan migran tersebut
berasal dari 4 provinsi berbeda. "35 orang warga NTT, 3 orang warga
Sumut, 6 orang warga Jatim dan 2 orang asal Riau," katanya.
"Dari
keterangan tersangka, pejemputan para pekerja migran itu terjadwal pada
14 Juni 2023 siang, sekira pukul 14.00 wib. Saat itu pelaku inisial AMR
selaku pemilik kapal menghubungi tersangka lainnya yakni KBS, BS, MDN,
dan RZL untuk menginformasikan waktu pejemputan. Selanjutnya kempat
pelaku yang sudah tau tugasnya tersebut bertemu diwilayah Titi Gantung
Kapias, Tj Balai tempat kapal milik AMR berlabuh dan langsung berangkat
menuju Malaysia pada pukul 24.00 wib, malam itu," paparnya.
Keesokan
harinya, terang humas, yakni 15 Juli sekira pukul 24.00 wib kapal yang
mereka bawa tiba di Pantai Sabak Beranam Pulau Intan Malaysia, atas
panduan agen yakni ATN, kapal tidak berlabuh tapi menunggu di laut
dengan jarak 200 meter dari bibir pantai.
"Selanjutnya, setelah
puluhan migran tersebut sudah tiba dikapal sekira pukul 01.00 wib malam
itu juga, kapal kembali bergerak menuju Indonesia dan tiba di perairan
Indonesia yakni di Pantai Saudara Desa Simandulang pada pukul 14.00 wib,
namun tidak menepis karena menunggu kapal lain untuk menjemput,"
Imbuhnya.
"Setelah semua PMI masuk kapal penjemputan yang di
nakhodai KBS, kapal tersebut langsung pulang ke Tanjung Balai dan
berlabuh di Panton Bagan Asahan," tutur humas menerangkan.
Atas
perbuatannya, sambung humas, pelaku melanggar Pasal 323 Jo Pasal 219
ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, atau Pasal 12 UUD RI
No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, atau Pasal 83 Jo. Pasal 68
Jo. Pasal 5 huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e UU Republik Indonesia
No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, atau
Pasal 120 ayat (1) UU RI NO.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Jo Pasal
55 ayat (1) ke 1, 56 KUHPidana.
"Para tersangka terancam hukuman
pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta
pidana denda paling sedikit sebesar Rp.500 juta dan paling banyak Rp.1,5
Miliyar," Tutup Iptu Parlando.
Reporter : Indra Dharma
No comments